Berbagi Pengalaman Seputar Dunia Pendidikan dan Guru. Semoga Blog Ini Berguna Untuk Pendidikan Di Indonesia Yang Lebih Maju.

Tuesday 13 October 2015

Kepribadian Guru Yang Empati dan Tidak Empati

Lintas Guru - Kata empati mempunyai pengertian yang hampir mirip dengan simpati. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati betul dalam memahaminya. Menurut bennet, empati adalah “partisipasi emosional dan intelektual secara imaginatif pada pengalaman orang lain”. Apabila kita perhatikan dengan seksakma, empati berbeda dengan simpati. Simpati menekankan pada penempatan diri secara imaginatif pada posisi orang lain.Sementara itu empati menekankan pada partisipasi secara emosional dan intelektual pada pengalaman orang lain.

Kepribadian Guru Yang Empati dan Tidak Emapti
Kepribadian Guru Yang Empati sumber (setkab.go.id)
Empati dapat diartikan bagaimana kita membayangkan pikiran atau perasaan orang lain menurut persepsi orang yang bersangkutan. Sementara itu, simpati adalah kita menempatkan diri kita  seperti orang lain dengan menggnakan persepsi kita.  Dalam empati kita membayangkan perasaan atau pikiran orang lain, tetapi simpati kita membayangkan bila kita menjadi orang lain.

Guru empati dapat membayangkan perasaan dan pikiran siswa menurut persepsi mereka, bukan menurut persepsi guru. Misalnya, dalam proses pembelajaran, seorang guru empati akan merancang dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan alam pikir perasaan siswa, bukan sesuai alam pikir dirinya. Hal ini tercermin dalam bahasa yang digunakan dan cara memperlakukan siswa. Guru empati berbeda dengan guru biasa dalam memperlakukan siswa-sisinya.

Berikut ini contoh pebedaan yang mencolok antara guru yang empati dan guru yang tidak empati dalam mengadapi siswanya.

Contoh 1
Cara guru yang tidak empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru          : Mengapa kamu datang terlambat?
Siswa         : Saya terlambat bagun, Pak.
Guru          : Ah,alasan kamu! Tidakkah kamu tahu sekolah dimulai pukul 07.00?
Siswa         : Saya tahu, Pak. Tapi kali ini saya benar-benar terlambat bangun. Saya menyesal datang  terlambat!
Guru        : Ya, sudah. Besok tiak bolehterlambat lagi. Awas, kalau terlambat lagi!

Contoh 2
Cara guru empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru        : mengapa kamu datang terlambat, Nak?
Siswa         : Saya terlambat bangun, Pak.
Guru        : Kamu tidur terlalu  larut tadi malam ?
Siswa         : Betul, Pak, Saya menonton sepak bola.
Guru        : Kampu sangat menyukai sepak bola?
Siswa        : Betul, Pak. Saya pecinta sepak bola.
Guru        : Kamu mencintai sepak bola?
Siswa        : Ya, Pak.
Guru        : Kamu nggak au kehilan kesempatan nonton sepak bola?
Siswa        : Betul, Pak.
Guru        : Kamu sebebarnya tidak mau datang terlambat sekolah?
Siswa        : betul, Pak.
Guru        : Kamu dapat mengatur waktumu agar kecintaanmu terhadap sepak bola tidak menganggu sekolahmu?
Siswa        : Ya, Bu.
Guru        : (Guru mengangguk, lalu mempersiapkan siswa masuk sekolah).

Dari dialog di atas sudah terlihat jelas perbedaan sikap antara guru empati dan gutu tidak empati.
Pada contoh kasus yang pertama yang menggambarkan sikap guru tidak empati. Siswa pasti tidak nymanan dengan sikap guru tersebut. Ia sebelumnya tau bahwa ia tidak mau datang terlambat ke sekolah, dan ia sudah menyesalinya.

Namun, dengan pertanyaan dan ancaman guru tersebut membuat dirinya merasa bersalah yang amat mendalam. Sikap guru tersebut akan menimbulkan siswa tidak hormat pada guru. Bahkan akan menimbulkan marah dan dendam siswa kepada guru.

Sebaliknya, pada contoh kasus yang kedua, guru memposisikan pada persepsi dan perasaan siswa yang terlambat masuk sekolah sehingga akhirnya siswa menyadari kesalahan dengan penuh kesadaran, bahkan ia menemukan solusinya tanpa harus di tekan atau di ancam oleh guru. Namun, pada kasus yang pertama, guru sama sekali tidak menghargai kesukaan siswa pada sepak bola.

Sebagai manusia, para siswa dapat membedakan guru empati dan guru tidak empati. Guru empati sangat emnyenangkan dan dijadikan oang tua dan sahabat. Guru empati aman untuk dijadikan tempat curhat. Wajarlah, apabila guru empati di sukai dan di sayangi para siswa. Di tangan guru empati  para sisa tunduk dan patuh serta terbuka. Oleh sebab itu, guru empati memiliki kekuatan psikologis yang sangat luar biasa.

Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa guru yang beranggapan menjadi guru yang empati membuat guru tidak dihargai oleh siswa. Pendapat ini tentu kurang bersadar. Yang membuat guru tidak dihargai bukan karena empati tetapi guru yang sering mencela, memaki, dan tidak menghargai perasaan dan pikiran siswa alias guru otoriter, atau guru ang tidak memegang nilai-nilai dalam menghadapi siswa (tidak proaktif).
Kesimpulan
Bagi guru di era globalisasi seperti sekarang ini, sikap dan perilaku empati kepada siswa merupakan tuntunan mutlak untuk mencapai hubungan yang harmonis dan edukatif terhadap siswa. Tanpa sikap ini, pola komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru dalam pendidikan akan terasa dingin dan memiliki jarak psikologi, bahkan cenderung menegangkan. Akibatnya proses pendidikan tidak mencapai hasil maksimal.
Sudahkan anda bersikap empati kepada siswa-siswi anda?
Facebook Twitter Google+

1 komentar:

terus berbicara tentang hal ini sebab sikap dan tabiat sepert ini penting dipublis

Back To Top